Sabtu, 31 Agustus 2013

Selasa, 27 Agustus 2013

0 10 Mitos yang Dipercaya oleh Bangsa Afrika


Afrika penuh dengan cerita berbau mistik, di luar jangkauan akal. Ilmu hitam voodoo yang melegenda datang dari benua kulit berwarna ini. Dan masih banyak lagi mitos yang menyebar di benua dengan lebih dari 1000 bahasa ini. Berikut 10 daftarnya seperti dikutip dari apakabardunia.com
1. Huveane

Huveane menempati peran penting dalam legenda masyarakat Afrika. Sebagian besar menganggapnya sebagai manusia pertama, sementara kaum Basotho dan Bavenda di Afrika Selatan percaya bahwa Huveane sebagai pencipta.
Disebutkan, setelah menciptakan bumi Huveane sangat mengagumi hasil karyanya. Saat itu manusia ciptaannya pun mulai belajar banyak hal tentang burung dan lebah. Suara itu semua terlalu bising bagi Huveane. Akhirnya sang dewa membuat tangga dan pulang ke surga. Setiap melangkah naik, dihapusnya setiap anak tangga yang dilewati sehingga manusia tak bisa menyusul ke surga.
2. Kaang

Kalau kamu pernah nonton film The Gods Must Be Crazy pasti ingat dengan tokoh utama yang polos dan lucu. Itu adalah gambaran suku Bushmen, penduduk nomaden di Afrika yang terkenal ahli menemukan sumber air di tengah padang tandus.
Mereka mempercayai Kaang sebagai dewa tertinggi, pencipta kehidupan sekaligus penghukum ketika dunia penuh dengan pembangkangan. Meskipun sang Maha Dewa ini tinggal di langit, rohnya dapat terlihat pada setiap mahluk hidup.
Dikisahkan, istri Kaang melahirkan Eland (antelop Afrika). Rupanya tanpa sengaja kedua putra Kaang yang lain membunuhnya. Kaang pun menuntut agar darah Eland direbus lalu disebar ke permukaan bumi. Inilah awal penciptaan antelop dan berbagai hewan lainnya. Dan dengan cara ini Kaang memberi sumber makanan bagi manusia.
3. Adu Ogyinae

Menurut mitos bangsa Akan, semua manusia awalnya hidup di dalam bumi. Suatu hari, cacing besar membuat lubang ke atas. Tujuh pria, lima wanita, seekor leopard, dan seekor anjing merangkak ke luar. Melihat keaadan bumi, mereka menjadi ketakutan.
Adu Ogyinae – lelaki pertama yang sampai di permukaan bumi – justru melihat banyak keajaiban di atas bumi. Ia pun menenangkan mereka semua, lalu membagi kelompok itu dengan tugas masing-masing. Ia mengatur pembangunan tempat tinggal mereka. Saat menebang pohon, ia tertimpa dan mati.
4. The Biloko

Biloko adalah kurcaci jahat yang ada dalam mitos penduduk Zaire. Menurut legenda, Biloko adalah roh leluhur yang mendendam terhadap manusia. Mereka mendiami hutan dan tinggal di lubang-lubang pohon. Bila kaum wanita melihat mereka bisa langsung pingsan di tempat. Jadi hanya para pemburu pemberani yang bisa masuk hutan.
Biloko digambarkan memiliki cakar panjang yang tajam, bergigi runcing dan bisa menelan orang dalam keadaan utuh.
5. Nyaminyami

Nyaminyami adalah mahluk legenda berupa naga yang diyakini ada di Sungai Zambezi. Ada sebuah kisah aneh saat bendungan Kariba mulai dibangun tahun 1956. Rakyat Batonga mendiami lokasi proyek dan mereka yakin Nyaminyami akan marah.
Setahun setelah proyek dimulai, tiba-tiba banjir besar melanda dan menewaskan banyak pekerja. Bendungan yang sudah dibuat pun hancur. Para pekerja yang tewas hilang. Tim SAR tak bisa menemukan mereka. Lalu para tetua suku dipanggil. Mereka menerangkan soal kemarahan Nyaminyami dan harus memberinya tumbal. Akhirnya anak sapi disembelih dan dilarungkan di atas sungai. Keesokan harinya, mayat para pekerja muncul. Bendungan itu sendiri baru selesai pada tahun 1977.
6. Kuda Nil

Loh, kuda nil masuk daftar? Ya. Mamalia besar ini juga punya peran penting bagi rakyat Afrika. Di jaman Mesir kuno, kuda nil betina disembah sebagai Tawaret, dewi kesuburan. Sementara orang Ronga di Mozambik memiliki legenda, mereka akan menitipkan anak-anak mereka pada kuda nil betina dari musuh. Setiap malam, induk kuda nil akan muncul dan menyusui anak-anak suku Ronga.
Kuda nil jantan punya legenda berbeda. Dikisahkan, seorang pahlawan Fara Maka menjumpai kuda nil memakan habis tanaman di ladangnya. Lalu Fara Maka melemparkan berbagai jenis tombak dan mengirim anjing hitam menyerbu kuda nil tersebut. Namun tak dipedulikan dan tetap asik merusak ladang Fara Maka. Hingga akhirnya istrinya mengucapkan mantra, barulah Fara Maka dapat membunuhnya.
7. Kalunga

Rakyat Angola punya mitos tentang kematian yang agak absurd, namun cerita berikut ini berkesimpulan bahwa orang yang sudah mati tak bisa bangkit kembali.
Syahdan, Kepala suku Kitamba bersedih dengan kematian istrinya. Ia menitahkan rakyatnya untuk berpuasa makan dan bicara sampai istrinya bisa hidup lagi. Ia juga meminta dukun sakti untuk pergi ke dunia orang mati (disebut Kalunga) bertemu ratu penguasa mengambil obat untuk istrinya.
Sang dukun dan anaknya turun ke Kalunga dan bertemu dengan sang ratu kematian. Sang dukun juga melihat roh kepala suku diikiat dengan rantai. Ini berarti tak lama lagi waktu kematian untuk kepala suku akan tiba.
Ratu Kalunga menyuruh sang dukun dan anaknya kembali ke ‘dunia atas’ dan menjaga rahasia tentang nasib kepala suku. Jika tidak, ia dan anaknya harus menetap di dunia orang mati. Karena, siapa pun yang masuk ke Kalunga tak akan pernah bisa kembali.
8. Anansi

Di wilayah Afrika Barat, Anansi dikenal sebagai dewa penipu. Bentuknya seperti laba-laba. Tujuan dewa ini ingin membuat manusia bodoh dan terlibat dalam segala perbuatan jahat. Guna mencapai niatnya, Anansi menimbun semua kebijaksanaan di dunia ke dalam pot. Kemudian ia berupaya menyembunyikannya di atas pohon. Anansi mendorong pot ke atas pohon tapi selalu gagal.
Putra Anansi melihat hal ini dan memberi saran agar pot diikat di tubuh ayahnya agar gampang memanjat pohon. Anansi mengikuti saran anaknya, dan memang berhasil naik dengan mudah. Sayang, ia terpeleset dan jatuh. Kebijaksanaan di dalam pot pun berhamburan di atas tanah. Di saat yang sama, hujan turun dan menghanyutkan kebijaksanaan ke sungai hingga terus ke laut. Akhirnya semua orang dunia kembali memperoleh kebijaksanaan.
9. Mudjadji

Suku Lovedu dari Mpumalanga, Afrika Selatan mempercayai keberadaan ratu hujan, Mudjadji. Ratu ini diyakini dapat mengirim badai untuk menghancurkan musuh suku Lovedu, sekaligus memberi berkat bagi rakyat Lovedu dan sekutu mereka.
Setiap tahun, kekuasaan ratu hujan dirayakan dengan upacara ritual di Ga-Modjadji. Saat itu, sang ratu diharapkan mau bunuh diri dengan racun saat mencapai usia 60. Dan, semua ramuan pembuat hujan serta mantra-mantra akan dirahasikan sampai saatnya ada ratu baru sebagai penerus Mudjadji.
10. Kebra Nagast

Kebra Nagast – disebut juga Kebra Negast merupakan kitab yang sangat suci bagi penduduk Ethiopia. Karenanya, orang Ethiopia sangat percaya bahwa mereka merupakan keturunan dari Solomon (Salomo atau Sulaiman) dengan Ratu Makeda.
Ratu Makeda disebutkan sebagai Ratu Sheba dalam Perjanjian Lama, atau Ratu Bilqis dalam Al-Qur’an. Semua kitab suci tersebut memang menceritakan pertemuan sang ratu dengan Raja Solomon, penguasa Istrael. Namun, hanya Kebra Nagast yang menulis riwayat dihasilkannya orang-orang Ethiopia sebagai hasil perkawinan raja dan ratu ini.
Konon, Raja Solomon mengundang Ratu Makeda ke istananya. Pesta jamuan pun diadakan. Secara sengaja Raja Solomon menghidangkan semua masakan beraroma pedas. Setelah pesta usai, Ratu Makeda yang bermalam di istana Solomon memohon agar sang raja tak melakukan apa pun pada tubuhnya. Raja Solomon berjanji dengan syarat, Makeda tak boleh mengambil apa pun yang ada di dalam istana.
Akibat makanan pedas selama jamuan, saat tengah malam Ratu Makeda merasa haus dan ia pun meraih air minum yang sengaja ditempatkan oleh pesuruh raja di dekat tempat tidurnya. Tak lama, Raja Solomon muncul dan mengingatkan janjinya. Akibat sumpah sebelumnya, maka raja Israel ini bisa melakukan apa pun yang dikehendaki, dan itulah asal-muasal lahirnya keturunan yang menjadi bangsa Ethiopia.

0 10 Teori Terkait Segitiga Bermuda & 5 Misteri Tentang Area 51



Segitiga Bermuda adalah sebuah wilayah geografis yang terletak diantara Miami Florida, pulau Bermuda, dan San Juan di Puerto Rico. Di daerah ini, sering terjadi berbagai peristiwa yang menyebabkan pesawat dan kapal laut hilang secara misterius tanpa jejak. Sehingga banyak orang percaya bahwa Segitiga Bermuda menyimpan banyak cerita misteri. Berikut 10 teori yang mungkin menyelubungi keanehan yang terjadi di Segitiga Bermuda seperti dikutip dari bagusseven.blogspot.com

1. Human Error

Diyakini menjadi alasan nomor yang menyebabkan hilangnya kapal-kapal maupun pesawat di Segitiga Bermuda ini. Teori ini menyatakan bahwa, hal itu semua terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia. Daerah sekitar Segitiga Bermuda terdiri dari serangkaian pulau, masing-masing sangat mirip satu dengan yang lainnya. Karena itu, sangat sulit untuk menemukan lalu lintas perlayaran yang umum di sana. Selain itu, cuaca buruk dan badai menambah faktor risiko yang terjadi.
2. Serangan Bajak Laut

Meskipun teori ini tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan, karena telah gagal untuk menjelaskan alasan hilangnya pesawat-pesawat di udara. Menurut teori ini, alasan mengapa begitu banyak kapal laut menghilang adalah karena adanya aktifitas bajak laut di Atlantik. Pembajakan telah menjadi alasan di balik kehancuran dan hilangnya banyak kapal besar di masa lalu, di berbagai belahan dunia. Beberapa ahli teori berpendapat bahwa selain pembajakan, serangan oleh kapal-kapal musuh mungkin juga menjadi alasan. Teori ini mungkin terbukti benar untuk setidaknya kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu.
3. Mengandung Gas Metan

Teori ini mengungkapkan bahwa adanya kandungan gas metan yang besar yang bertanggung jawab atas reputasi terkenal dari Segitiga Bermuda. Menurut teori ini, gelembung gas metana naik ke permukaan air. Hal ini menyebabkan densitasnya berkurang sehingga menurunkan gaya apung yang diberikan oleh air. Karena alasan inilah, kapal-kapal besar mungkin tidak lagi mampu untuk mengambang dan mungkin tenggelam tanpa jejak. Meskipun teori ini masuk akal, faktanya tetap tidak ditemukan adanya sumber air yang mengandung gas metan yang ditemukan di wilayah tersebut.
4. Badai Laut yang Buruk

Mungkin teori ini yang lebih praktis menjelaskan misteri di balik Segitiga Bermuda. Samudra Atlantik terkenal akan angin topan badai dan cuaca buruknya. Kerasnya badai menyebabkan gelombang naik hingga setinggi 80 kaki atau lebih di wilayah ini. Ditambah lagi arus kuat dari “Gulf Stream” yang memungkinkan kapal tidak bisa menghindar dari situasi ini. Ditambah lagi keberadaan palung Puerto Rico yang dikenal sebagai palung terdalam di Atlantik. Jadi, jika kapal atau pesawat terjebak dalam badai dan tenggelam ke dalam air, dapat dipastikan akan menghilang tanpa jejak.
5. Medan Magnet Bumi

Teori ini menjelaskan akar penyebab di balik reputasi anomali dari Segitiga Bermuda adalah adanya medan magnet Bumi yang cukup kuat di wilayah itu. Seperti diketahui, kompas mulai berputar cepat dekat Segitiga Bermuda dan peralatan navigasi lainnya berhenti berfungsi dengan baik. Hal ini diduga merupakan salah satu dari dua tempat di bumi di mana utara geografis dan utara magnetik bertautan. Keduanya, menghasilkan badai elektromagnetik yang berasal di bawah permukaan bumi naik ke atmosfer. Efek magnetik yang kuat, diyakini sebagai penyebab mengapa begitu banyak kapal laut ataupun pesawat menghilang di wilayah ini.
6. Lorong Waktu

Teori ini mungkin sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Tapi yang pasti, sebagian orang meyakini adanya sebuah spot “aneh” di wilayah ini. Diduga terdapat lorong waktu yang mengantarkan kapal-kapal dan pesawat yang hilang ke dimensi waktu yang lainnya. Dengan kata lain, teori ini mengatakan bahwa setiap kali sesuatu yang hilang di Segitiga Bermuda, dia mengalami perjalanan waktu menuju masa lalu maupun masa depan. Hal ini didasari, kesaksian beberapa orang yang telah melaporkan melihat awan berbentuk terowongan besar di wilayah ini, yang mereka percaya adalah sebuah terowongan untuk perjalanan waktu.
7. Kegiatan Extraterrestrial

Teori ini mengklaim adanya aktivitas asing sebagai penyebab di balik hilangnya begitu banyak kapal dan pesawat. Satu versi menyatakan bahwa itu semua terjadi karena alien atau makhluk hidup dari planet lain, menculik orang, sedangkan versi lainnya mengatakan bahwa pesawat dan kapal yang hilang tersedot ke dimensi yang lain pada saat alien diduga melakukan perjalanan dari wilayah ini ke planet mereka. Terlepas dari kenyataan benar tidaknya, tidak ada bukti apapun yang dapat memperkuat keberadaan teori ini.
8. Lokasi Jatuhnya Komet

Teori ini menjelaskan bahwa keberadaa komet dari luar angkasa jatuh ke bumi beberapa ribu tahun yang lalu, di dekat daerah, yang sekarang Segitiga Bermuda. Sisa-sisa dari tumbukan komet ini diduga telah menyebabkan adanya aktifitas elektromagnetik yang besar yang menyebabkan semua malapetaka ini terjadi. Termasuk adanya gangguan sinyal pesawat. Tapi yang pasti, para peneliti sampai saat ini tidak menemukan adanya jejak dari sebuah komet atau sesuatu yang serupa telah ditemukan di daerah ini.
9. Kota Atlantis

Teori ini didukung oleh beberapa orang yang percaya bahwa kota Atlantis yang hilang, diyakini terletak di suatu tempat dekat kepulauan Bahama. Apa yang mereka juga percaya, bahwa kota Atlantis masih misterius terkubur di suatu tempat di bawah laut. Legenda mengatakan, bahwa kota ini ditenagai oleh energi yang diperoleh dari kristal kuat. Menurut teori ini, efek dari sisa-sisa kristal ini yang bertanggung jawab atas gangguan sinyal radio pesawat menjadi kacau. Ada bukti penting yang ditemukan di wilayah ini yakni keberadaan “Bimini Road”, yang merupakan struktur batuan aneh yang tampaknya menjadi galangan kapal kuno.
10. Basis Rahasia Militer AS

Pernah mendengar tentang Area 51? Sebuah basis rahasia dari Angkatan Udara Amerika Serikat di mana pengujian peralatan militer dilakukan dan yang terkenal lainnya karena banyak penampakan UFO dilaporkan. Nah, ada basis pengujian serupa dari Angkatan Laut AS di Kepulauan Andros di Bahama. Beberapa orang percaya bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar basis pengujian senjata belaka di wilayah ini. Namun ada lokasi pemerintah AS telah membangun peralatan canggih untuk berkomunikasi dengan makhluk luar angkasa. Dan teknologi canggih ini diduga yang mengakibatkan lenyapnya kapal dan pesawat yang melintas di Segitiga Bermuda ini.

0 Istano Pagaruyung


0 Lintasan Sejarah Minangkabau

Pengantar Sejarah Alam Minangkabau
 
Prasati Batu Batikam; eksistensi Kerajaan Minangkabau di zaman Neoliticum (zaman batu baru)


Untuk menelusuri kapan gerangan nenek moyang orang Minangkabau itu datang keMinangkabau, rasanya perlu dibicarakan mengenai peninggalan lama sepertiMegalit yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan tempat-tempat lain di Minangkabau yang telah berusia ribuan tahun.

A. LINTASAN SEJARAH MINANGKABAU

A.1. Pengantar


Untuk menelusuri kapan gerangan nenek moyang orang Minangkabau itu datang ke Minangkabau, rasanya perlu dibicarakan mengenai peninggalan lama seperti megalit yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan tempat-tempat lain di Minangkabau yang telah berusia ribuan tahun.
Di Kabupaten Lima Puluh Kota peninggalan megalit ini terdapat di Nagari Durian Tinggi, Guguk, Tiakar, Suliki Gunung Emas, Harau, Kapur IX, Pangkalan, Koto Baru,Mahat, Koto Gadan, Ranah, Sopan Gadang, Koto Tinggi, Ampang Gadang.
Seperti umumnya kebudayaan megalit lainnya berawal dari zaman batu tua dan berkembang sampai ke zaman perunggu. Kebudayaan megalit merupakan cabangKebudayaan Dongsong. Megalit seperti yang terdapat disana juga tersebar ke arah timur, juga terdapat di Nagari Aur Duri di Riau. Semenanjung Melayu, Birma dan Yunan. Jalan kebudayaan yang ditempuh oleh kebudayaan Dongsong. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa kebudayaan megalit di Kabupaten Lima Puluh Kota sezaman dengan kebudayaan Dongsong dan didukung oleh suku bangsa yang sama pula.
Menurut para ahli bahwa pendukung kebudayaan Dongsong adalah bangsaAustronesia yang dahulu bermukim di daerah Yunan, Cina Selatan. Mereka datang keNusantara dalam dua gelombang. Gelombang pertama pada Zaman Batu Baru(Neolitikum) yang diperkirakan pada tahun 2000 sebelum masehi. Gelombang kedua datang kira-kira pada tahun 500 SM, dan mereka inilah yang diperkirakan menjadi nenek moyang bangsa Indonesia sekarang.
Bangsa Austronesia yang datang pada gelombang pertama ke nusantara ini disebut oleh para ahli dengan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua), yang sekarang berkembang menjadi suku bangsa Barak, Toraja, Dayak, Nias, Mentawai dan lain-lain. Mereka yang datang pada gelombang kedua disebut Deutero Melayu (Melayu Muda) yang berkembang menjadi suku bangsa Minangkabau, Jawa, Makasar, Bugis dan lain-lain.
Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa nenek moyang orang Minangkabau adalah bangsa melayu muda dengan kebudayaan megalit yang mulai tersebar di Minangkabau kira-kira tahun 500 SM sampai abad pertama sebelum masehi yang dikatakan oleh Dr. Bernet Bronson. Jika pendapat ini kita hubungkan dengan apa yang diceritakan oleh Tambo mengenai asal-usul orang Minangkabau kemungkinan cerita Tambo itu ada juga kebenarannya.
Menurut sejarah, Iskandar Zulkarnain Yang Agung menjadi raja Macedonia antara tahun 336-323 s.m. Dia seorang raja yang sangat besar dalam sejarah dunia. Sejarahnya merupakan sejarah yang penuh dengan penaklukan daerah timur dan barat yang tiada taranya. Dia berkeinginan untuk menggabungkan kebudayaan barat dengan kebudayaan timur.
Tokoh Iskandar Zulkarnain dalam Tambo Minangkabau secara historis tidak dapat diterima kebenarannya, karena dia memang tidak pernah sampai ke Minangkabau. Di samping di dalam sejarah Melayu, Hikayat Aceh dan Bustanul Salatin, Tokoh Iskandar Zulkarnain ini juga disebut-sebut, tetapi secara historis tetap saja merupakan seorang tokoh legendaris.
Sebaliknya tokoh Maharajo Dirajo yang dikatakan oleh Tambo sebagai salah seorang anak Iskandar Zulkarnain, kemungkinan merupakan salah seorang Panglima Iskandar Zulkarnain yang ditugaskan menguasai pulau emas (Sumatera), termasuk di dalamnya daerah Minangkabau. Dialah yang kemudian menurunkan para penguasa di Minangkabau, jika kita tafsirkan apa yang dikatakan Tambo berikutnya. Sayangnya Tambo tidak pernah menyebutkan tentang kapan peristiwa itu terjadi selain ”pada masa dahulunya” yang mempunyai banyak sekali penafsirannya.
Tambo juga mengatakan bahwa nenek moyang orang Minangkabau dari puncakGunung Merapi. Hal ini tidak dapat diartikan seperti yang dikatakan itu, tetapi seperti kebiasaan orang Minangkabau sendiri harus dicari tafsirannya, karena orang Minangkabau selalu mengatakan sesuatu melalui kata-kata kiasan, ”tidak tembak langsung”.
Tafsirannya kira-kira sebagai berikut:
Sewaktu Maharajo Dirajo sedang berlayar menuju pulau emas dalam mengemban tugas yang diberikan oleh Iskandar Zulkarnain, pada suatu saat dia melihat daratan yang sangat kecil karena masih sangat jauh. Setelah sampai ke daratan tersebut ternyata sebuah gunung, yaitu gunung merapi yang sangat besar.
Tetapi oleh pewaris Tambo kemudian gunung Merapi sangat kecil yang mula-mula kelihatan itulah yang dikatakan sebagai tanah asal orang Minangkabau. Selanjutnya cerita Tambo yang demikian, juga masih ada sampai sekarang pada zaman kita ini.
Ada baiknya kita kutip apa yang dikatakan Tambo itu sebagai yang dikatakan olehSang Guno Dirajo:
”…Dek lamo bakalamoan, nampaklah gosong dari lauik, yang sagadang talua itiak, sadang dilamun-lamun ombak…”
(sesudah lama berlayar akhirnya kelihatanlah pulau yang sangat kecil kira-kira sebesar telur itik yang kelihatan hanya timbul tenggelam sesuai denga turun naiknya ombak).
Selanjutnya dikatakan:
”…Dek lamo – bakalamoan aia lauik basentak turun, nan gosong lah basentak naiak, kok dareklah sarupo paco, namun kaba nan bak kian, lorong kapado niniak kito, lah mendarek maso itu, iyo dipuncak gunuang marapi…”
(karena sudah lama berlayar dan pasang sudah mulai surut, gosong yang kecil tadi makin besar, daratan yang kelihatan itu tak obahnya seperti perca, maka dinamakanlah daratan itu dengan pulau perca yang akhirnya didarati oleh nenek moyang kita yang mendarat kira-kira di gunung merapi).
Peristiwa inilah yang digambarkan oleh mamangan adat Minangkabau berbunyi;
“dari mano titiak palito,
dari telong nan barapi,
dari mano asal niniak kito,
dari puncah gunuang marapi”
(dari mana titik pelita dari telong yang berapi, dari mana datang nenek kita, dari puncak gunung merapi).
Mamangan adat ini sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Minangkabau..
Bagi kita yang menarik dari cerita Tambo ini bukanlah mengenai arti kata-katanya melainkan adalah cerita itu memberikan indikasi kepada kita tentang nenek moyang orang Minangkabau asalnya datang dari laut, (dengan berlayar) yang waktunya sangat lama. Kedatangan nenek moyang inilah yang dapat disamakan dengan masuknya nenek moyang orang Minangkabau.
Dengan demikian masuknya nenek moyang orang Minangkabau dapat diperkirakan waktu kedatangannya: yaitu antara abad kelima sebelum masehi dengan abad pertama sebelum masehi, sesuai dengan umur kebudayaan megalit itu sendiri.
Kembali kepada permasalahan pokok pada bagian ini, maka menurut Soekomo, tradisi Megalit pada mulanya merupakan batu yang dipergunakan sebagai lambang untuk memperingati seorang kepala suku. Sesudah kepala suku itu meninggal, akhirnya peringatan itu berubah menjadi penghormatan yang lambat laun menjadi tanda pemujaan kepada arwah nenek moyang.
Bagaimana dengan megalit yang terdapat di Minangkabau? Barangkali fungsi pemujaan terhadap arwah nenek moyang masih tetap berlanjut, seperti Menhir lainnya di Indonesia. Tetapi jika kita hubungkan Menhir itu dengan kehidupan orang Minangkabau yang berkaitan dengan Medan Nan Bapaneh, yaitu tempat duduk bermusyawarah dalam masyarakat Minangkabau sudah mulai berkembang pada zaman pra sejarah, khususnya di zaman berkembangnya tradisi menhir di Minangkabau dan keadaan ini sudah berlangsung semenjak sebelum abad masehi.
Dari peninggalan menhir dan keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemuka masyarakat sekarang di tempat-tempat menhir itu terdapat seperti di Sungai Belantik, Andieng, Kubang Tungkek, Tiakat, Padang Japang, Limbanang, Talang Anau, Padang Kandih, Balubus, Koto Tangah, Simalanggang, Taeh Baruh, Talago, Ampang Gadang seperti yang dikatakan oleh Yuwono Sudibyo, sebagai berikut:
”Bahwa ketika sekelompok nenek moyang telah menemukan tempat bermukim, yang pertama-tama ditetapkan atau dicari adalah suatu lokasi yang dinamakan gelanggang.
Di gelanggang ini dilakukan upacara, yaitu semacam upacara selamatan untuk menghormati kepala suku atau pemimpin rombongan yang telah membawa mereka ke suatu tempat bermukim.
Sebagai tanda upacara didirikanlah Batu Tagak yang kemudian kita kenal sebagai menhir. Batu Tagak ini kemudian berubah fungsi, sebahagian menjadi tanda penghormatan kepada arwah nenek moyang dan sebahagian tempat bermusyawarah yang kemudian kita kenal dengan nama Medan nan Bapaneh”.
Karena sudah ada kehidupan bermusyawarah, sudah barang tentu pula masyarakat sudah hidup menetap dengan berburu dan pertanian sebagai mata pencaharian yang utama.
Hal ini sesuai pula dengan kehidupan para pendukung kebudayaan Dongsong yang sudah menetap. Jika sekiranya peninggalan-peninggalan pra sejarah Minangkabau sudah diteliti dengan digali lebih lanjut, barangkali akan ditemui peninggalan-peninggalan yang mendukung kehidupan berburu dan bertani tersebut.
Diwaktu itu sudah dapat diperkirakan bahwa antara Adat Nan Sabana Adat sudah hidup di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, mengingat akan ajaran adat Minangkabau itu sendiri, yaitu Alam Takambang jadikan guru.
Sedangkan Adat Nan Sabana Adat berisi tentang hukum-hukum alam yang tidak berubah dari dahulu sampai sekarang seperti dikatakan:
Adat api mambaka, adat aia mamabasahi, adat tajam malukoi, adat runciang mancucuak dan sebagainya
(Adat api membakar, adat air membasahi, adat tajam melukai, adat runcing mencucuk).
Demikian juga dengan Adat Nan Diadatkan sudah ada waktu itu, yaitu sebagai hukum yang berlaku dalam masyarakat. Barangkali di zaman inilah berlakunya apa yang dikenal dengan hukum adat yang bersifat zalim dan tidak boleh dibantah yaitu hukum adat yang bernama “Simumbang Jatuah” (simumbang jatuh), mumbang kalau jatuh tidak dapat dikembalikan ke tempatnya lagi.
Selanjutnya juga ada hukum yang bernama “si gamak-gamak”, yaitu suatu aturan yang tidak dipikirkan masak-masak. Disamping itu juga terdapat hukum yang dinamakan “Si lamo-lamo” yaitu siapa kuat siapa di atas persis seperti hukum rimba.
Barangkali hukum yang dinamakan “Hukum Tariak Baleh” juga berlaku di zaman ini. Hukum Tariak Baleh hampir sama dengan hukum Kisas dalam agama Islam, misalnya orang yang membunuh harus di hukum bunuh pula.
Keempat macam hukum adat itu memang sesuai dengan zamannya dimana belum terlalu banyak pertimbangan terhadap suatu yang dihadapi dalam kehidupan. Sampai kapan berlakunya hukum ini mungkin berlangsung sampai masuknya agama Islam pertama ke Minangkabau kira-kira abad ketujuh.
Zaman Purba Minangkabau berakhir dengan masuknya Islam ke Minangkabau,yaitu kira-kira abad ketujuh, dimana buat pertama kali di Sumatera Barat sudah didapati kelompok masyarakat Arab tahun 674M. Kelompok masyarakat Arab ini sudah menganut agama Islam, bagaimanapun rendahnya pendidikan waktu itu, tentu sudah pandai tulis baca, karena ajaran Islam harus diperoleh dari Qur’an dan Hadist Nabi yang semuanya sudah dituliskan dalam bahasa Arab. Dengan demikian diakhir bahagian ketiga abad ketujuh itu zaman purba Minangkabau sudah berakhir.

A.2. Zaman Mula Sejarah Minangkabau



Yang dimaksud dengan zaman mula sejarah Minangkabau ialah zaman yang meliputi kurun waktu antara abad pertama Masehi dengan abad ketujuh.
Dalam masa tersebut masa pra Sejarah masih berlanjut, tetapi masa itu dilengkapi dengan adanya berita-berita tertulis tertua mengenai Minangkabau seperti istilahSan-Fo Tsi dari berita Cina yang dapat dibaca sebagai Tambesi yang terdapat di Jambi. Di daerah Indonesia lainnya juga sudah terdapat berita atau tulisan seperti kerajaan Mulawarman di Kutai Kalimantan dan Tarumanegara di Jawa Barat.
Namun dari berita-berita itu belum banyak yang dapat kita ambil sebagai bahan untuk menyusun sebuah ceritera sejarah, karena memang masih sangat sedikit sekali dan masing-masingnya seakan-akan berdiri sendiri tanpa ada hubungan sama sekali.
Untuk zaman ini Soekomono memberikan nama zaman Proto Sejarah Indonesia, yaitu peralihan dari zaman Prasejarah ke zaman sejarah.
Berita dari Tambo dan ceritera rakyat Minangkabau hanya mengemukakan secara samar mengenai hal ini, yaitu hanya menyebutkan tentang kehidupan orang Minangkabau zaman dahulu. Dalam hal ini Tambo mengemukakan sebagai berikut:
”…tak kalo maso dahulu…”…(Diwaktu zaman dahulu),. ”…dari tahun musim baganti, dek zaman tuka – batuka, dek lamo maso nan talampau, tahun jo musim nan balansuang…”
(Karena tahun musim berganti, karena zaman bertukar-tukar, karena masa yang telah lewat, tahun dengan musim yang berlangsung),
”… Antah barapo kalamonyo…”
(entah berapa lamanya),
Dari ungkapan waktu yang demikian memang sulit sekali menentukan kapan terjadinya.
Pengertian zaman dahulu itu saja sudah mengandung banyak kemungkinan tafsiran dan sangat relatif.
Barangkali kehidupan zaman mula sejarah Minangkabau ini hampir sama dengan kehidupan pada zaman Pra sejarahnya, hanya saja di akhir zaman mula sejarah ini agama Islam sudah masuk ke Minangkabau dan sudah ada berita-berita dari Cina. Dapat dikatakan, bahwa cerita sejarah untuk zaman mula sejarah Minangkabau ini sangat sedikit sekali, bahkan dapat dikatakan merupakan zaman yang paling gelap dalam sejarah Minangkabau.
Demikian gelapnya untuk menghubungkan zaman Pra Sejarah dengan zaman sejarahnya kita tidak mempunyai sumber sama sekali, bukan lagi kabur, tetapi sudah gelap gulita.


A.3. Zaman Minangkabau Timur

Istilah ini dipinjam dari istilah yang dikemukakan oleh Drs. M. D. Mansoer dkk, dalam bukunya, Sejarah Minangkabau, dikatakannya Minangkabau mengalami dua periode, yaitu periode Minangkabau Timur yang berlangsung antara abad ketujuh sampai kira-kira tahun 1350 dan periode Minangkabau Pagaruyung antara tahun 1347-1809.
Dikatakannya, bahwa kerajaan-kerajaan lama, pusat perdagangan lada, pusat perekonomian, politik dan budaya yang pertama timbul dan berkembang di Minangkabau adalah di lembah aliran Batang Hari dan Sungai Dareh. Daerah itu berkembang pada abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-14.

Secara geografis memang pantai timur pulau Sumatera lebih memungkinkan untuk dilayari oleh kapal-kapal dagang yang dapat berlayar sampai masuk jauh kepedalaman. Daerah pantai Sumatera Timur ini pulalah yangdahulu didatangi oleh nenek moyang orang Minangkabau yang berlayar sampai ke daerah Mahat di Kabupaten Lima Puluh Kota sebelah Utara.
Pedagang-pedagang Islam yang mula-mula ke Minangkabau juga melalui daerah ini, sehingga perdagangan diwaktu periode Minangkabau ini menjadi sangat ramai sekali, bukan itu saja, Islam pertama pun masuk dari sini, baik yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Arab sendiri, maupun yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Persia, Hindustan, Cina, India dan lain-lain.
Pada permulaan abad Masehi perpindahan bangsa-bangsa dari utara ke selatan telah berakhir. Mereka telah menetap di sepanjang pantai kepulauan Nusantara. Setelah mereka menempati kepulauan Nusantara dan hidup secara terpisah, akhirnya karena lingkungan alam kehidupan bahasa yang mereka pergunakan pun mengalami perubahan seperti yang kita kenal sekarang dengan suku-suku bangsa Minangkabau, Jawa, Bugis, Madura, Sunda, Bali dan lain-lain.
Pada zaman purbakala, di Asia terdapat dua jalan perdagangan yang ramai antara Barat dan Timur, yaitu melalui darat dan laut, jalan yang melalui darat disebut jalan Sutera, mulai dari daratan Cina melalui Asia Tengah sampai ke Laut Tengah. Perhubungan darat ini sudah mulai semenjak abad kelima sebelum Masehi.
Waktu dimulainya perpindahan bangsa Melayu Muda ke arah selatan. Perhubungan darat ini terutama menghubungkan antara Cina dengan Benua Eropah (Romawi) diwaktu itu dibawah raja Iskandar Zulkarnain dan selanjutnya dengan menyinggahi daerah sepanjang perjalanan seperti India, Persia dan lain-lain.
Perhubungan laut ialah dari Cina dan Indonesia melalui selat Malaka terus ke Teluk Persia dan Laut Tengah. Perhubungan laut ini menjadi sangat ramai pada awal abad pertama Masehi, karena jalan darat mulai tidak aman lagi. Sejak waktu itulah daerah-daerah di Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa menjadi daerah perhubungan antara perdagangan Arab, India dan Cina. Keadaan ini memungkinkan pedagang-pedagang Indonesia, termasuk di dalamnya pedagang-pedagang Minangkabau ikut aktif berdagang.
Dengan aktifnya pedagang-pedagang Minangkabau dalam perdagangan dengan India, maka terbuka pulalah perhubungan antara kebudayaannya. Dari sini dapat kita lihat masuknya pengaruh Hindu ke Minangkabau melalui daerah pantai timur pulau Sumatera. Dalam abad kedua setelah Indonesia mempunyai perhubungan dengan India dan selama enam abad berturut-turut pengaruh Hindu di Indonesia besar sekali.
Jadi karena keadaan, pedagang-pedagang Minangkabau ikut terlibat dalam kancah lalu lintas perdagangan yang ramai di Asia. Keadaan itu pulalah yang menyebabkan Minangkabau di daerah aslinya sendiri yang jauh terletak di pedalaman.
Karena selat Malaka sangat ramai dilalui oleh kapal-kapal dagang dari Cina dan India maka salah satu bandar diselat itu bertumbuh dengan pesatnya sehingga akhirnya umbuh menjadi kerajaan Melayu. Kerajaan Melayu ini menurut para ahli berpusat di daerah Jambi yang sekarang dan diperkirakan berdirinya pada awal abad ketujuh Masehi.
Nama Melayu pertama kalinya muncul dalam cerita Cina. Dalam buku Tseh Fu-ji Kwei diterangkan bahwa pada tahun 664 dan 665 kerajaan Melayu mengirimkan utusan kenegeri Cina untuk mempersembahkan hasilnya pada raja Cina. Pada waktu itu daerah Minangkabau merupakan daerah penghasil merica yang utama di dunia.
Rupanya Minangkabau Timur tidak lama memegang peranan dalam perdagangan di Selat Malaka, kareana sesudah muncul kerajaan Melayu dan kemudian sesudah kerajaan Melayu jatuh di bawah kekuasaan Sriwijaya, Minangkabau Timur menjadi bahagian dari kerajan Sriwijaya.
Dengan berdirinya kerajaan Melayu dan kerajaan Sriwijaya kelihatan peranan Minangkabau Timur tidak ada lagi, karena berita-berita dari Cina hanya ada menyebut tentang Melayu dan Sriwijaya saja.
Dalam satu buku yang disusun oleh It-Tsing dapat kita ketahui bahwa dalam tahun 690 Masehi, Sriwijaya meluaskan daerah kekuasaannya dan kerajaan Melayu dapat ditaklukannya sebelum tahun 692 Masehi.
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan pantai, negara perniagaan dan perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat. Selama lebih kurang enam abad kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan utama di daerah nusantara waktu itu. Namun sementara itu di Jawa mulai timbul kerajaan-kerajaan baru yang lama-kelamaan menjadi saingan utama dari kerajaan Sriwijawa dalam merebut hegemoni perdagangan di wilayah nusantara yang menyebabkan lemahnya Sriwijaya.
Dalam hal ini lawan kerajaan Sriwijaya yang utama adalah kerajaan Kediri di Jawa Timur dan Kerajaan Colamandala di India selatan. Dari kelemahan Sriwijaya itu, rupanya kerajaan Melayu dapat melepaskan diri dari Sriwijaya dan dapat memperkuat diri kembali dengan memindahkan ibu kota kerajaan ke daerah hulu Sungai Batang Hari. Kerajaannya dinamakan dengan Darmasraya. Hal ini dapat diketahui dari prasasti Padang Candi tahun 1286 yang terdapat di Sungai Langsat Si Guntur dekat Sungai Dareh dalam Propinsi Sumatera Barat sekarang.
Pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan Singosari (kerajaan yang menggantikan kekuasaan Kediri di Jawa Timur) mengirimkan suatu ekspedisi militer ke Sumatera dalam rangka melemahkan kekuasaan Sriwijaya dan memperluas pengaruhnya di Nusantara. Ekspedisi ini dikenal dalam sejarah Indonesia dengan nama ekspedisi Pamalayu.
Sebagai hasil dari ekspedisi itu, maka Kertanegara pada tahun 1286 mengirimkanacara Amogapasa ke Sumatera sebagai hadiah untuk raja dan rakyat kerajaan Melayu. Dengan kejadian ini dapat diartikan, bahwa semenjak peristiwa itu kerajaan Melayu sudah mengikuti kerajaan Singosari dan menjadi daerah tumpuan untuk menghadapi kemungkinan serangan dari negeri Cina akibat peristiwa penghinaan terhadap utusan Cina sebelumnya.

A.4. Maharajo Dirajo

Dalam hal ini timbul suatu kontradiksi keterangan-keterangan, yaitu nama Maharajo Dirajo sudah disebutkan sebelumnya sebagai salah seorang panglima Iskandar Zulkarnain yang tugaskan menguasai Pulau Emas. Kalau memang demikian keadaannya, lalu bagaimana dengan Maharajo Dirajo yang sedang kita bicarakan ini yang waktunya sudah sangat jauh berbeda. Dalam hal ini kita tidak dapat memberikan jawaban yang pasti.
Maharajo Dirajo yang sudah kita bicarakan hanya merupakan perkiraan saja dan belum tentu benar. Tetapi berdasarkan logika berfikir kira-kira diwaktu itulah hidupnya Maharajo Dirajo jika dihubungkan dengan nama Iskandar Zulkarnain. Sedangkan Maharajo Dirajo yang sedang dibicarakan sekarang ini adalah seperti yang dikatakan Tambo Alam Minangkabau yang mana yang benar perlu penelitian lebih lanjut. Dalam kesempatan ini kita hanya ingin memperlihatkan betapa rawannya penafsiran dari data yang diberikan Tambo Alam Minangkabau.
Maharajo Dirajo yang sekarang dibicarakan adalah Maharajo Dirajo seperti yang dikatakan Tambo. Dalam hal ini kita ingin mengangkat data dari Tambo menjadi Fakta sejarah Minangkabau.
Dalam Tambo disebutkan bahwa Iskandar Zulkarnain mempunyai tiga anak, yaitu Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. Maharajo Alif menjadi raja di Benua Ruhun (Romawi), tetapi Josselin de Jong mengatakan, menjadi raja di Turki. Maharajo Dipang menjadi raja di negeri Cina, sedangkan Maharajo Dirajo menjadi raja di Pulau Emas (Sumatera).
Kalau kita melihat kalimat-kalimat Tambo sendiri, maka dikatakan sebagai berikut:
“…Tatkala maso dahulu, batigo rajo naiek nobat, nan sorang Maharajo Alif, nan pai ka banua Ruhun, nan sorang Maharajo Dipang nan pai ka Nagari Cino, nan sorang Maharajo Dirajo manapek ka pulau ameh nan ko…” (pada masa dahulu kala, ada tiga orang yang naik tahta kerajaan, seorang bernama Maharaja Alif yang pergi ke negeri Ruhun, yang seorang Maharajo Dipang yang pergi ke negeri Cina, dan seorang lagi bernama Maharajo Dirajo yang menepat ke pulau Sumatera).
Dari keterangan Tambo itu tidak ada dikatakan angka tahunnya hanya dengan istilah “Masa dahulu kala” itulah yang memberikan petunjuk kepada kita bahwa kejadian itu sudah berlangsung sangat lama sekali, sedangkan waktu yang mencakup zaman dahulu kala itu sangat banyak sekali dan tidak ada kepastiannya. Kita hanya akan bertanya-tanya atau menduga-duga dengan tidak akan mendapat jawaban yang pasti.
Di kerajaan Romawi atau Cina memang ada sejarah raja-raja yang besar, tetapi raja mana yang dimaksudkan oleh Tambo tidak kita ketahui. Dalam hal ini rupanya Tambo Alam Minangkabau tidak mementingkan angka tahun selain dari mementingkan kebesaran kemasyuran nama-nama rajanya.
Percantuman raja Romawi dalam Tambo menurut hemat kita hanya usaha dari pembuat Tambo untuk menyetarakan kemasyhuran raja Minangkabau dengan nama raja di luar negeri yang memang sudah sangat terkenal di seantero penjuru dunia.
Dengan mensejajarkan kedudukan raja-raja Minangkabau dengan raja yang sangat terkenal itu maka pandangan rakyat Minangkabau terhadap rajanya sendiri akan semakin tinggi pula. Disini kita bertemu dengan satu kebiasaan dunia Timur untuk mendongengkan tuah kebesaran rajanya kepada anak cucunya.
Gelar Maharajo Dirajo sendiri terlepas ada tidaknya raja tersebut, menunjukan kebesaran kekuasaan rajanya, karena istilah itu berarti penguasa sekalian raja-raja yang tunduk di bawah kekuasaannya. Josselin de Jong mengatakan Lord of the Word atau Raja Dunia.
Dalam sejarah Indonesia gelar Maharaja Diraja tidak hanya menjadi milik orang Minangkabau saja, melainkan juga ada raja lain yang bergelar demikian sepertiKarta Negara dari Singasari dengan gelar Maharaja Diraja seperti yang tertulis padaarca Amogapasa tahun 1286 sebagai atasan dari Darmasraya yang bernama raja Tribuana.
Tambo mengatakan bahwa Maharajo Dirajo adalah raja Minangkabau pertama. Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Srimaharaja Diraja yang disebut dalam tambo sebagai raja Minangkabau yang pertama itu tidak lain dariAdityawarman sendiri yang menyebut dirinya dengan Maraja Diraja. Tentang Adityawarman mempergunakan gelar Maharaja Diraja memang semua ahli sudah sependapat, karena Adityawarman sendiri telah menulis demikian dalam prasasti Pagaruyung.
Dari gelar Maharaja Diraja yang dipakai Adityawarman menunjukan kepada kita bahwa sewaktu Adityawarman berkuasa di Minangkabau tidak ada lagi kekuasaan lain yang ada di atasnya, atau dengan perkataan lain dapat dikatakan pada waktu itu Minangkabau sudah berdiri sendiri, tidak berada di bawah kekuasaan Majapahit atau sudah melepaskan diri dari Majapahit. Kerajaan Majapahit adalah ahli waris dari Singasari.
Sedangkan Singasari pernah menundukkan melayu Darmasraya, tentu berada di bawah kekuasaan Singasari – Majapahit itu, maka untuk melepaskan diri dari Singasari – Majapahit itu Adiyawarman memindahkan pusat kekuasaannya kepedalaman Minangkabau dan menyatakan tidak ada lagi yang berkuasa di atasnya dengan memakai gelar Maharaja Diraja.
Ada sesuatu pertanyaan kecil yang perlu dijawab, yaitu apakah tidak ada lagi kemungkinan bahwa gelar Maharajo Dirajo itu merupakan gelar keturunan bagi raja-raja Minangkabau, sehingga diwaktu Adityawarman menjadi raja di Minangkabau dia merasa perlu mempergunakan gelar tersebut agar dihormati oleh rakyat Minangkabau.
Kalau memang demikian, maka kita akan dapat menghubungkannya dengan Maharajo Dirajo yang kita bicarakan kehidupannya sebelum abad Masehi. Tetapi hal ini kembali hanya berupa dugaan saja yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.
Kalau kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa Maharaja Diraja itu sama dengan Adityawarman, maka satu kepastian dapat dikatakan bahwa kerajaan Minangkabau baru bermula pad tahun 1347, yaitu pada waktu Adityawarman menjadi raja di Minangkabau yang berpusat di Pagaruyuang. Logikanya tentu sebelum Adityawarman, belum ada raja di Minangkabau, kalau ada baru merupakan daerah-daerahyang dikuasai oleh seorang kepala suku saja.
Kalau pendapat itu tidak dapat diterima kebenarannya, maka tokoh Maharajo Dirajo yang disebut di dalam Tambo itu masih tetap merupakan seorang tokoh legendaris dalam sejarah Minangkabau dan hal ini akan tetap mengundang bermacam-macam pertanyaan yang pro dan kontra.
Kemungkinan gelar Maharajo sudah dipergunakan sebelum kedatangan Adityawarman memang ada. Tetapi apakah gelar itu merupakan gelar keturunan dari raja-raja Minangkabau masih belum lagi dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas pada waktu sekarang ini, banyak gelar para penghulu di Sumatera Barat yang memakai gelar Maharajo sebagai gelar kepenghulunya disamping nama lainnya, seperti Dt. Maharajo, Dt. Marajo, Dt. Maharajo Basa, Dt. Maharajo Dirajo.
Kelihatan gelar tersebut dipergunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai gelar pusaka yang turun-menurun. Sebaliknya raja-raja Pagaruyung sendiri tidak mempergunakan gelar tersebut sebagai pusaka kerajaannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gelar Maharajo Dirajo tersebut merupakan gelar pusaka Minangkabau dan sudah ada sebelum Adityawarman menjadi raja di Pagaruyung. Barangkali memang gelar itu diturunkan dari Maharajo dirajo seperti disebutkan dalam Tambo itu.
 A.5. Suri Dirajo, Cati Bilang Pandai Dan Indo Jati


Ketiga nama ini hanya terdapat dalam Tambo atau kaba yang banyak terdapat dalam masyarakat Sumatera Barat sekarang ini. Dari situlah bersumbernya ketiga nama tersebut, sedangkan sumber-sumber sejarah lainnya seperti prasasti dan tulisan lainnya tidak ada menyebut ketiga nama tersebut. Namun, sama halnya dengan nama Iskandar Zulkarnaen rakyat Sumatera Barat mempercayai ketiga nama tersebut sebagai cikal bakal orang Minangkabau.
Menurut Tambo Zuriat Sultan Iskandar Zulkarnaen, sewaktu Maharajo bertolak dari Tanah Basa, (India Selatan) memimpin satu rombongan yang terdiri dari: Suri Dirajo, Indo Jati, Cati bilang Pandai, dan beberapa rombongan dari Campa, Siam, Kambai dan lain-lain berlayar mengarungi lautan Indonesia lalu menetap ke gunung Merapi. P. E. Josselin de Jong juga menyebutkan nama Cati Bilang Pandai sebagai penasehat dari Maharajo.
Perlu dijelaskan bahwa nama Indo Jati sering disebutkan dengan sebutan yang berbeda, walaupun orangnya itu juga. Prof. Hamka menyebutkan dengan nama Indo Jelita atau dengan nama lain Ceti Reno Sudah. PE Josselin de Jong menyebut dengan nama Indo Calita.
Sedangkan untuk kedua nama yang lain tidak ada perbedaan sebutan. Sekarang timbul pertanyaan: Apakah ketiga nama itu betul-betul merupakan nenek moyang orang Minangkabau di zaman dahulu dengan pengertian benar-benar ada dalam sejarah Minangkabau?. Jawabannnya mudah saja, karena tidak ada bukti-bukti lain yang akan mendukung, maka secara historis ketiga tokoh ini hanya merupakan tokoh legendaris belaka dalam sejarah Minangkabau. Keberadaannya sebagai tokoh sejarah tidak dapat dibuktikan.
Namun demikian, hampir semua Tambo Minangkabau sependapat mengatakan bahwa Suri Dirajo dan Cati Bilang Pandai adalah tokoh yang melambangkan orang pandai, ahli pikir, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang kemasyarakatan. Segala sesuatu yang dikerjakan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari salah seorang kedua tokoh itu, demikian besar pengaruhnya di samping Maharajo Dirajo sendiri.
Sedangkan menurut Hamka, tokoh Indo Jati yang disebutnya sebagai Indra Jati melambangkan sesuatu yang luhur asal-usulnya.
Dalam kepercayaan Hindu nama Indra adalah nama seorang dewa yang merupakan salah seorang dewa utama Trimurti. Indra adalah salah satu penjelmaan Wisnu sebagai Dewa Matahari. Gelar dewa jelas menunjukkan seorang kesatria yang berdarah luhur. Jadi tokoh Indo Jati adalah salah seorang tokoh wanita kesatria dari rombongan Maharajo Dirajo.
 A.6. Datuk Ketumanggungan Dan Datuk Perpatih Nan Sabatang


Siapa tokoh ini?. Apakah mereka juga merupakan dua orang legendaris sejarah Minangkabau?. Atau apakah keduanya merupakan tokoh historis sejarah Minangkabau yang benar-benar ada dan hidup dalam sejarah Minangkabau pada masa dahulu. Penjelasan berikut ini dapat menjawab beberapa pertanyaan itu.
Suku bangsa Minangkabau, dari dahulu hingga sekarang, mempercayai dengan penuh keyakinan, bahwa kedua orang tokoh itu merupakan pendiri Adat Koto Piliang dan Adat Bodi Caniago yang sampai sekarang masih hidup subur di dalam masyarakat Minangkabau, baik yang ada di Sumatera Barat sendiri maupun yang ada diperantauan.
Demikian kokohnya sendi-sendi kedua adat itu sehingga tidak dapat digoyahkan oleh bermacam-macam pengaruh dari luar, dengan pengertian akan segera mengadakan reaksi membalik apabila terjadi perbenturan terhadap unsur-unsur pokok adat itu. Hal ini telah dibuktikan oleh perputaran masa terhadap kedua adat itu.
Ada petunjuk bagi kita bahwa kedua tokoh itu memang merupakan tokoh sejarah Minangkabau. Pitono mengambil kesimpulan bahwa dari bait kedua prasasti pada bagian belakang arca Amogapasa, antara tokoh adat Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan tokoh Dewa Tuhan Perpatih yang tertulis pada arca itu adalah satu tokoh yang sama.
Dijelaskan selanjutnya bahwa pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan Perpatih sebagai salah seorang terkemuka dari raja Adityawarman yaitu salah seorang menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat di Padang Candi itu adalah sama dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Demikian kesimpulannya.
Kalau pendapat ini memang benar, maka dapat pula dibenarkan bahwa tokoh Datuk Perpatih Nan Sabatang itu adalah merupakan salah seorang tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu prasasti sebagai peninggalan sejarah yang nyata-nyata ada.
Bukti lain mengenai kehadiran tokoh tersebut dalam sejarah Minangkabau adalah dengan adanya Batu Batikam di Dusun Tuo Lima Kaum, Batusangkar. Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak cucunya dikemudian hari.
Sebelum peristiwa ini terjadi antara kedua tokoh adat itu terjadi sedikit kesalah pahaman. Adanya Batu Batikam itu yang sampai sekarang masih terawat dengan baik, dan ini membuktikan kepada kita bahwa kedua tokoh itu memang ada dalam sejarah Minangkabau, bukan sekedar sebagai tokoh dongeng saja sebagaimana banyak ahli-ahli barat mengatakannya.
Bukti lain dalam hikayat raja-raja Pasai. Dikatakan bahwa dalam salah satu perundingan dengan Gajah Mada yang berhadapan dari Minangkabau adalah Datuk Perpatih Nan Sabantang tersebut. Hal ini membuktikan pula akan kehadiran tokoh itu dalam sejarah Minangkabau.
Di Negeri Sembilan, sebagai bekas daerah rantau Minangkabau seperti dikatakan Tambo, sampai sekarang juga dikenal Adat Perpatih. Malahan peraturan adat yang berlaku di rantau sama dengan peraturan adat yang berlaku di daerah asalnya.
Hal ini juga merupakan petunjuk tentang kehadiran Datuk Parpatih Nan Sabantang dalam sejarah Minangkabau. Menurut pendiri adat Koto Piliang oleh Datuk Ketumanggungan dan Adat Budi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Sesudah ternyata terbukti bahwa kedua tokoh itu benar-benar hadir dalam sejarah Minangkabau, maka ada hal sedikit yang kurang benar yang dikemukakan oleh Pinoto. Dia mengatakan bahwa kedua tokoh itu merupakan pembesar dengan kedudukan menteri dalam kerajaan Adiyawarman. Tetapi pencantuman kedua tokoh itu dalam Prasasti Adityawarman tidaklah berarti bahwa menjadi menterinya, melainkan untuk menghormatinya, karena sebelum Adityawarman datang, kedua tokoh itu sudah ada di Minangkabau yang sangat dihormati oleh rakyatnya.
Maka oleh Adityawarman untuk menghormati kedudukan kedua tokoh itu dicantumkan nama mereka pada prasastinya. Tidak sembarang orang yang dapat dicantumkan di dalam prasasti itu, kecuali tokoh yang betul-betul sangat terhormat.
Walaupun Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan sudah merupakan tokoh historis dalam sejarah Minangkabau sesuai dengan bukti-bukti yang dikemukakan, akan tetapi keduanya bukanlah merupakan raja Minangkabau, melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang hidup dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu adat Koto Piliang dan Adat Bodi Caniago, bagi masyarakat Minangkabau sendiri kedudukan yang sedemikian, jauh lebih tinggi martabatnya dari kedudukan seorang raja yang manapun.
Antara Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan adalah dua orang bersaudara satu Ibu berlainan Ayah. Karena ada sedikit perbedaan dari apa yang dikatakan Tambo mengenai siapa ayah dan ibu dari kedua orang itu, rasanya pada kesempatan ini tidak perlu dibicarakan perbedaan itu. Tetapi dari apa yang dikatakan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ayah Datuk Ketumanggungan adalah suami pertama ibunya (Indo Jati). Berasal dari yang berdarah luhur atau dari keturunan raja-raja. Sedangkan ayah dari Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah Cati Bilang Pandai suami kedua ibunya yang berasal dari India Selatan juga. Perbedaan darah leluhur dari keduanya itu menyebabkan nantinya ada sedikit perbedaan dalam ajaran yang disusun mereka.
Kesimpulannya adalah;
bahwa kedua orang itu yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah dua tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, bukan tokoh legendaris sebagaimana yang dianggap oleh kebanyakan penulis-penulis barat.

0 Kerajaan Pagaruyung : Hegemoni Melampui Sekat-Sekat Kewilayahan

 Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau merupakan salah satu kerajaan yang pernah ada dalam khazanah sejarah Minangkabau. Kerajaan yang diperkirakan berdiri pada abad ke-14 di daerah darek Minangkabau, tepatnya berpusat di Pagaruyung, Batusangkar. Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaan sekitar abad ke-15 Masehi, semasa pemerintahan Adityawarman berkuasa (Amran, 1981 : 37 ; Kiram, dkk, 2003 : 11 dan Imran, 2002 : 20). Sebagai sebuah kerajaan besar dizamannya, Kerajaan Pagaruyung sendiri memiliki kerajaan kecil sebagai “wakil raja” untuk memerintah di daerah. Kerajaan-kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Pagaruyung dan langsung diberi otonomi khusus untuk mengurus kepentingan pemerintah dan ekonominya.
Raja-raja dibawah panji Kerajaan Pagaruyung tersebut telah menyebar ke berbagai daerah, bukan saja di Indonesia namun sampai ke mancanegara, yakni Malaysia dan Brunei Darussalam. Kekuasaan Kerajaan Pagaruyung tersebut telah membentuk suatu hegemoni, dibawah Raja Alam berpusat di Pagaruyung. Khusus di alam Minangkabau, raja-raja kecil tersebut berjumlah 61 buah kerajaan, baik yang ada di daerah darek dan rantau Minangkabau. Mereka biasanya dipangil dengan istilah Yang Dipertuan, Rajo, dan Sutan. Mereka ada yang berasal dari keturunan langsung raja Pagaruyung dan adapula yang ditunjuk oleh raja sebagai wakilnya untuk memerintah di daerah. Dalam kondisi inilah muncul hubungan yang diistilahkan dengan sapiah balahan, kuduang karatan, kapak  radai, dan timbang pacahan Kerajaan Pagaruyung.
Beranjak dari persoalan di atas, tulisan ini sesungguhnya ingin menjelaskan tentang keberadaan Kerajaan Pagaruyung dari segi geografi sejarah. Sebuah kerajaan yang ada di ranah Minangkabau, namun secara wilayah telah melampaui sekat-sekat kewilayahannya. Diawali dengan memaparkan tentang Kerajaan Pagaruyung itu sendiri, struktur Kerajaan Pagaruyung, bukti keberadaan Kerajaan Pagaruyung serta Kerajaan Pagaruyung, hegemoni melampaui sekat-sekat kewilayahan.

Kerajaan Pagaruyung merupakan sebuah kerajaan yang berpusat di luhak Tanah Datar, Minangkabau. Istana kerajaan berada di Nagari Pagaruyung, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan raja. Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai kerajaan Minangkabau. Luhak Tanah Datar sendiri merupakan salah satu bagian dari luhak nan tigo yang terdapat dalam konsepsi masyarakat Minangkabau terutama tentang alamnya.  Kerajaan Pagaruyung itu sendiri didirikan oleh Adityawarman dan mencapai puncaknya sekitar abad ke-14 dan ke-15, ketika Adityawarman masih berkuasa . Adityawarman adalah putra dari Dara Jingga dari Tanah Melayu,  cucu Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, yang dibesarkan di Majapahit. Faktor itu pula yang menyebabkan ketika Adityawarman memerintah, pengaruh Kerajaan Majapahit sangat jelas. Bahkan pada masa pemerintahan Adityawarman organisasi pemerintahan kerajaan disusun menurut sistem organisasi yang berlaku di Majapahit. Begitu juga dengan sistem pemerintahan, tampaknya pola Kerajaan Majapahit dipakai pula oleh Kerajaan Pagaruyung. Pada dasarnya sistem pemerintahan di wilayah kerajaan terdiri atas dua pola, di Majapahit terdiri dari wilayah bawahan, dengan pimpinan raja bawahan, yang umumnya adalah anggota raja di pusat pemerintahan, dan wilayah mancanegara, yaitu daerah taklukan yang dipimpin raja wilayah itu sendiri. Sedangkan pola yang dipakai di Minangkabau ialah wilayah rantau, yaitu kerajaan yang dipimpin oleh raja kecil sebagai wakil raja di Pagaruyung, dan wilayah Luhak yang dipimpin para penghulu. Wilayah itu masing-masing diatur menurut sistem yang berbeda satu sama lain, sebagaimana yang diungkapkan mamang “luhak berpenghulu, rantau beraja”.
Pembentukan Kerajaan Pagaruyung oleh Adityawarman merupakan peristiwa penting dalam sejarah Minangkabau, karena peristiwa itu menunjukkan usaha pertama dalam pembentukan sebuah sistem otoritas yang berada di atas tingkat nagari yang otonom. Walaupun selanjutnya kedudukan raja di dalam pemerintahan alam Minangkabau lebih bersifat sebagai pemersatu nagari-nagari otonom tersebut. Otoritas tradisional Raja Minangkabau hanya merupakan simbol persatuan dari republik-republik nagari Minangkabau dan pemelihara hubungan dengan masyarakat di luar alam Minangkabau. Raja meminjamkan daulatnya kepada kerajaan dan raja merupakan lambang dari persatuan Minangkabau sebagai satu keseluruhan.
Sepeninggal Adityawarman, raja-raja Pagaruyung tetap dihormati rakyat sebagai tokoh yang menjaga keseimbangan dan keutuhan serta sebagai pemungut pajak (uang adat) yang menjadi ikatan politik. Raja mempunyai basis kekuasaan berupa pemungut pajak di kawasan rantau seperti pajak pelabuhan, pajak perdagangan dan berbagai bentuk uang adat. Pada prinsipnya, pemungutan pajak itu merupakan pemenuhan kewajiban adat. Demikian juga halnya ada pajak untuk mendirikan rumah, bangunan-bangunan balai adat, dan lain-lain.
Raja Minangkabau, yang berkedudukan di Pagaruyung selalu menerima pajak atau upeti dari raja di rantau seperti Siak, Indragiri, Air Bangis, Sungai Pagu, Batang Hari, bahkan dari Batak. Pemungutan pajak di rantau kadang kala juga diserahkan kepada raja atau utusannya yang datang ke rantau untuk menjemput uang adat yang terkumpul. Hubungan dengan raja di rantau ada juga yang berlangsung melalui hubungan perkawinan, dikirim langsung dari Pagaruyung dan sebagainya, hingga muncul istilah sapiah balahan, kuduang karatan, kapak radai, dan timbang pacahan Kerajaan Pagaruyung. Penempatan raja di rantau mendapat restu dari raja Pagaruyung, seperti raja Pulau Punjung adalah raja setempat yang diangkat dan ditetapkan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung. Raja Sungai Pagu mempunyai hubungan darah dengan keluarga Pagaruyung.
Orang Minangkabau tidak memandang daerah dan lembaga-lembaga kerajaannya sebagai sebuah negara (state) yang memiliki batas-batas daerah yang jelas, dalam arti kata hegemoni yang melampaui batas-batas kewilahannya. Pemerintah pusat mempunyai kekuasaan untuk memungut pajak, memerintahkan atau menyuruh orang menjadi tentara dan memaksakan hukum. Bahkan tidak ada bukti-bukti bahwa kerajaan pernah membebankan pajak pendapatan dan kerja wajib kepada rakyat . Menurut Dobbin (1974 : 319-356), sumber keuangan dari kerajaan adalah : (1) pajak perdagangan di pintu-pintu keluar masuk kerajaan, (2) pembayaran uang sidang dalam penyelesaian perkara, (3) hasil sawah yang dikerjakan oleh orang hukuman dan pelayan-pelayannya. Juga tidak ada bukti-bukti sejarah yang memperlihatkan bahwa raja memaksakan kekuasaan politiknya terhadap masalah internal dari nagari-nagari. Nagari tetap memelihara sistem politik mereka yang otonom yang berpusat pada penghulu dan dewan penghulu. Kelihatannya otoritas raja hanya terbatas pada fungsi sebagai “penengah” bila konflik antar nagari tidak dapat diselesaikan oleh nagari yang bersangkutan dan nagari-nagari tersebut meminta raja sebagai juru damai.
Dalam sistem pemerintahannya kerajaan induk memberikan otonomi khusus. Walaupun demikian halnya, dalam kenyataannya hal tersebut tidak berlaku dalam soal ekonomi. Hubungan keduanya pada awalnya bersifat desentralistik kemudian menjadi semi desentralistik. Sebab raja-raja kecil harus menyerahkan semacam “upeti” sebagai landasan atas bawahan dan atasan. Namun dalam bidang lainnya tidak seperti itu, raja Pagaruyung walaupun diakui sebagai atasan, praktis sudah tidak mempunyai kekuasaan sama sekali dan hanya diakui karena adat dan tradisi saja dimana-mana. Sebaliknya, raja di Pagaruyung sudah puas asal diakui saja sebagai Yang Dipertuan dan mendapat “mas manah” tiap 3 (tiga) tahun sekali dari rantau. Paling-paling tugas Yang Dipertuan Pagaruyung tadi mengukuhkan seorang raja, atau menyelesaikan kalau ada sedikit perselisihan antara raja-raja kecil. Ini pun dilakukan kalau diminta. Ikatan sebetulnya praktis sudah tidak ada dan raja-raja dirantau tadi merdeka dalam tindakan. Siapa yang kuat dapat membawahi lagi beberapa raja kecil didekatnya. Adat istiadat setempat yang timbul perlahan-lahan, lama-kelamaan mendarah daging, sehinga agak berbeda dari adat istiadat istana. Dengan demikian, dirantau bisa saja muncul kerajaan-kerajaan kecil yang kuat dengan adat kebiasaan sendiri, membawahi pula satu atau beberapa raja.
Umumnya raja-raja kecil tersebut berada di daerah rantau, walaupun ada di daerah darek Minangkabau. Daerah rantau disebut juga sebagai rantau hilie karena wilayahnya berdekatan dengan pantai maupun sungai, juga rantau mudiak. Di samping rantau hilie masih ada dua daerah rantau yaitu, Lubuk Sikaping dan Rao yang merupakan rantau dari Luhak Agam. Rantau selatan yang merupakan luhak Tanah Datar meliputi Solok, Selayo, Muara Panas, Sawahlunto Sijunjung dan terus ke perbatasan Riau dan Jambi.
Menurut Tambo, setelah proses pembentukan daerah-daerah rantau tahap awal selesai, maka batas-batas daerah Alam Minangkabau periode abad ke-16 meliputi, riak nan badabua, siluluk punai, mati sirangkak nan badangkang buayo putiah daguak, taratak Aia Hitam, Kasikilang Aia Bangih sampai kadurian di Takuak Rajo. Dengan demikian wilayah budaya Minangkabau telah terbentuk dengan sendirinya dan falsafah hidup masyarakatnya sama dengan yang ada di kawasan inti, termasuk sistem politik dan struktur masyarakatnya.
Hal ini tidak terlepas dari struktur politik alam Minangkabau yang terkandung dalam pepatah adat, mengatakan luhak bapanghulu, rantau barajo (luhak berpenghulu, rantau beraja). Raja adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Alam Minangkabau, terutama kurun waktu abad 14 hingga pertengahan abad 18. Pemegang kekuasaan tertinggi terdiri dari tiga serangkai yang disebut Rajo nan tigo selo. Rajo nan tigo selo terdiri dari Raja Alam, Raja Ibadat dan Raja Adat. Meskipun Raja Adat dan Raja Ibadat mempunyai daerah kekuasaan sendiri-sendiri namun menurut struktur kekuasaan di Alam Minangkabau, Raja Alam merupakan pimpinan tertinggi dari raja-raja lainnya. Gelar dan fungsi Raja Alam ini dipusakai secara turun-temurun dari pihak ayah.

Bukti Kerajaan Pagaruyung
Keberadaan Kerajaan Pagaruyung, biasa disebut pula dengan Kerajaan Melayu Minangkabau atau Kerajaan Minangkabau saja, terutama raja Adityawarman dapat dibuktikan dengan ditemukannya bukti tertulis berupa prasasti,  diantaranya  pertama, Prasasti Pagaruyung I atau prasasti Bukit Gombak, digoreskan pada sebuah batu pasir kuarsa warna coklat kekuningan (batuan sedimen) berbentuk empat persegi berukuran tinggi 2,06 meter, lebar 1,33 meter, dan tebal 38 centimeter. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sansekerta bercampur dengan bahasa Melayu Kuno atau Jawa Kuno. Prasasti Pagaruyung I berisi tentang puji-pijian akan keagungan dan kebijaksanaan Adityawaraman sebagai raja yang banyak menguasai pengetahuan, khususnya dibidang keagamaan, Adityawarman dianggap sebagai cikal bakal keluarga Dharmaraja, prasasti Pagaruyung I berisi pula tentang pertanggalan saat penulisan prasasti. Pertanggalan dalam prasasti ini ditulis dalam bentuk kalimat candra sengkala  berbunyi wasur mmuni bhuja sthalam atau dewa ular dan pendeta yang menjadi lengan dunia. Masing-masing kata di atas mempunyai nilai tertentu, bila dirangkai akan menjadi angka tahun. Wasur beragka 8, mmuni bernilai 7, bhuja bernilai 2, dan  sthalam = 1. Angka tersebut dibaca dari belakang sehingga menghasilkan angka tahun 1278 Saka (1356 M).
Kedua, prasasti Pagaruyung II, berhuruf Jawa Kuno dengan bahasa Sansekerta. Isi dari prasasti ini belum dapat dijelaskan secara lengkap, namun  dilihat dari angka tahunnya yakni  1295 Saka atau 1373 M sejaman dengan prasasti Adityawarman lainnya. Ketiga, Prasasti Pagaruyung III, isi prasasti hanya berupa keterangan pertanggalan tanpa menyebutkan suatu peristiwa tertentu, kemungkinan besar prasasti ini ditempatkan pada konteks bangunan (candi) atau bangunan keagamaan lain. Keempat, Prasasti Pagaruyung IV, prasasti yang mengunakan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta serta berasal dari masa Adityawarman. Hal ini ditunjukkan dengan penyebutan nama Adityawarman pada baris ke-13. Kemudian pada baris ke-9 ada kata sarawasa, kata yang hampir sama dapat dijumpai pada Prasasti Saruaso I, yaitu surawasawan, yang kemudian berubah menjadi Saruaso, nama sebuah nagari (desa) di Kabupaten Tanah Datar + 7 kilometer dari Kota Batusangkar. Kelima, Prasasti Pagaruyung V, berisi tentang masalah taman dan diluar kelaziman prasasti dari Adityawarman. Keenam, Prasasti Pagaruyung VI, merupakan stempel atau cap pembuatan bagi Tumanggung Kudawira. Berdasarkan jabatan dan namanya dapat diketahui bahwa Tumanggung Kudawira berasal dari Jawa, dan jabatan yang tersandang lazim dipakai pada masa kerajaan Singasari dan Majapahit. Namun keterangan lebih jauh mengenai tokoh ini, belum ada temuan lain yang dapat menjelaskannya.
Ketujuh, Prasasti Pagaruyung VII, prasasti ini tidak diketahui angka tahunnya, hanya didalamnya menyebutkan nama Sri Akarendrawarmman sebagai maharadjadiraja. Pemakaian nama warmman  dibelakang menunjukkan bahwa Sri Akarendrawarmman masih ada hubungan darah dengan Adityawarman. Berbagai ahli menyebutnya sebagai saudara Adityawarman dan karana gelarnya adalah maharadjadhiraja  tentunya ia sudah menjadi raja saat mengeluarkan prasasti tersebut, mungkin sesudah Adityawarman turun tahta (meninggal). Kedelapan, Prasasti Pagaruyung VIII, prasasti yang dibuat pada masa Aditiawarman, ini berdasarkan tahun dikeluarkannya yakni 1291 Saka atau 1369 M. Menurut Casparis bahwa Prasasti Pagaruyung VIII mempunyai pertanggalan dalam bentuk candra sengkala yaitu sasi  atau bulan bernilai 1, kara  atau tangan bernilai 2,  awacara atau suasana bernilai 3, dan  turangga atau kuda berangka 8. Candra sengkala ini sama dengan 1238 Saka atau 1316 M. Hingga kahirnya Casparis menyimpulkan melalui berdasarkan isi prasasti tersebut bahwa Akarendrawarmman yang disebut dalam prasasti tersebut merupakan mamak  (saudara ayah) dari Adityawarman, sedangkan Adwayawarman (Ayah Adityawarman seperti disebut dalam Prasasti Kuburajo I) tidak pernah memerintah selaku seorang raja di Sumatera Barat). Kesembilan, Prasasti Pagaruyung IX, fragmen prasasti ini sekarang disimpan di Ruang Koleksi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar. Jika melihat bentuk dan gaya tulisannya, maka kemungkinan prasasti ini berasal dari masa pemerintahan Adityawarman.
Kesepuluh, Prasasti Saruaso I, prasasti yang berasal dari Raja Adityawarman yang berangka tahun 1297 atau 1375 Masehi. Prasasti tersebut berisi tentang suatu maklumat atau pengabaran tentang upacara keagamaan yang dilakukan oleh Raja Adityawarman sebagai seorang penganut Budha Mahayana sekte Bhairawa. Kesebelas, Prasasti Saruaso II, isi pokok dari prasasti tersebut adalah tentang seorang rajamuda (yauwaraja) yang bernama Ananggawarman. Disebutkan pula bahwa Ananggawarman merupakan anak (tanaya) dari Raja Adityawarman (1347-1375 M) yang kemungkinan masih berkuasa pada saat prasasti tersebut ditulis. Keduabelas, Prasasti Kuburajo I, berisi tentang tentang sebuah genealogis atau garis keturunan Raja Adityawarman. Pada garis kedua disebutkan seorang tokoh bernama Adwayawarman yang berputra Raja Kanaka Medinidra. Ketigabelas, Prasasti Kuburajo II,  prasasti yang berasal dari masa Adityawarman. Beberapa kata yang dapat dibaca dari prasasti ini antara lain rama (baris pertama), yang dapat berarti ketua desa. Dan pembacaan pada baris ketiga menghasilkan kata puri dan sthana yang berarti tempat peristirahatan di istana, dan pada baris terakhir dijumpai kata srima yang merupakan penggalan dari kata sri maharadja, sedangkan tulisan yang lain tidak terbaca karena aus. Keempatbelas, Prasasti Rambatan, berada di Nagari Empat Suku Kapalo Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Prasasti ini terdiri dari 6 baris tulisan dalam huruf Jawa Kuno dan berbahasa Melayu Kuno. Keadaan tulisan sudah cukup aus, sehingga hanya beberapa kata saja yang terbaca. Prasasti tersebut berbentuk sloka sardulawikridita  dan wangsastha 14. Di atas tulisan terdapat hiasan 2 (dua) ekor ular yang saling berbelit. Bentuk hiasan yang demikian dijumpai pula dalam beberapa prasasti peninggalan Adityawarman lainnya. Kelimabelas, Prasasti Ombilin, terletak di depan Puskesmas Rambatan I, dekat Danau Ombilin, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Isi prasasti tersebut antara lain berupa penghormatan kepada Adityawarman yang pandai membedakan dharma dan adharma, ia punya sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat, tetapi menolong orang baik. Keenambelas, Prasasti Bandar Bapahat, berada di Bukit Gombang, Kabupaten Tanah Datar. Dari prasasti tersebut dijumpai nama Adityawarnan dan grama sri surawasa.  Ketujuhbelas, Prasasti Pariagan, ditemukan di tepi Sungai Mengkaweh, di sebelah timur kota Padang Panjang. Prasasti ini dipahatkan pada batu monolit non-artifisial berbentuk setengah lingkaran dengan tulisan berjumlah 6 baris. Aksara yang dipakai sama dengan aksara prasasti Adityawarman lainnya.
Kedelapanbelas, Prasasti Amogrhapasa, prasasti ini dipahatkan pada bagian belakang Arca Amoghapasa yang ditemukan di Rambahan di hulu Sungai Batanghari. Isi prasasti ini antara lain: Adityawarman menyebut dirinya Maharajadiraja, nama lain yang dipakainya adalah Udayadityawarman, ada upacara Bhairawa, karena indikasi matangini dan matanginisa, ada nama Tuhan Prapatih sebagai pejabat tinggi dari Adityawarman, Acaryya Dharmmasekhara mendirikan Arca Budha dengan nama Gaganagnja, ada restorasi candi, berdasarkan indikasi kalimat jirnair udharita, ada pemujaan kepada jina, ada sebutan Rajandra Mauli Maliwarmmadewa Maha rajadhiraja dan nama Malayupura. Kesembilanbelas, dipahatkan pada lapik Arca Amoghapasa yang ditemukan di Jorong Sungai Langsat, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya. Isi dari prasasti ini menyebutkan bahwa pada tahun 1208 Saka (1286 M), Bulan Badrawada Tanggal 1 paro terang, Arca Amogapasha dibawa dari Bumi Jawa dan ditempatkan di Dharmasraya. Arca ini merupakan persembahan dari Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara (dari kerajaan Singosari di Jawa) untuk Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa dari Melayu Dharmasraya.

Sabtu, 24 Agustus 2013

0 Cara Mudah Membuat Widget Artikel Terkait Dengan Thumbnail

Cara mudah membuat widget Artikel Terkait dengan thumbnail yang letak berada dibawah postingan di blog atau dalam bahasa Jawa nya ( Related posts with thumbnails ) hehehe...benar gak...? apakah ada yang mau protes.

Tampilannya seperti gambar dibawah ini.


Cara yang akan saya terangkan dibawah ini sangatlah mudah anda tak perlu mengotak-atik template di blog anda, bila anda tertarik ikuti panduannya di bawah ini.
Buka alamat situs LinkWithin setelah terbuka kemudian carilah form Get Widget lalu isilah semua data dalam form tersebut setelah selesai klik tombol Get Widget lihat seperti gambar di bawah ini.


Akan terbuka halaman seperti gambar yang ada di bawah ini kemudian kliklah link yang bertuliskan "Install Widget".


Kemudian tekan tombol yang bertuliskan "Menambah Widget"  lihat seperti gambar dibawah ini.

Terakhir lihatlah blog anda apakah widget tersebut sudah muncul di bawah postingan dari blog anda, bila sudah muncul contoh tampilannya adalah seperti gambar yang ada di bawah ini lihat di dalam kotak merah yang bertuliskan "You might also like".


Demikianlah sedikit penjelasan mengenai cara mudah membuat widget artikel terkait dengan thumbail.

Semoga informasi ini bermanfaat.

0 Rumah Kelahiran Bung Hatta - Bukit Tinggi

Pulang kampung beberapa minggu lalu, salah satu tujuan perjalanan saya adalah, Rumah Kelahiran Bung Hatta yang ada di Bukit Tinggi. Saya ke Bukit tinggi di temani sepupu yang memang dulunya kuliah di Bukit Tinggi, tapi begitu saya sodorkan Itinenary saya, dan bertanya Rumah kelahiran Bung hatta itu letaknya dimana, dia pun bingung dan menjawab tidak tau, saya pun tertawa dan berkata "masak kuliah di Bukit Tinggi 3 tahun tapi ga' tau" hehe..
Jarak dari kampung saya menuju Bukit Tinggi membutuhkan 1 jam perjalanan dengan kendaraan, dan sesampainya di Bukit Tinggi, tujuan kami adalah Pasar Aur, setelah Berbelanja di Pasar AUR yang merupakan pusat Grosir di Bukit Tinggi, dan kemudian saya menelpon sepupu saya yang lainnya untuk janjian dan ketemuan di pasar aur, dan setelah bertemu, saya menyodorkan kembali kertas Itinerary saya, dan dia pun berkata "ga' tau ayank (panggilan saya dari orang-orang terdekat), belum pernah kesana dan ga' pernah denger juga". Hadehhhh,,, kok bisa ya, tinggal di Bukit Tinggi tapi ga' tau, akhirnya kami memutuskan jalan dulu dan nanti bertanya saja dengan penduduk lokal.

Rumah Kelahiran Bung Hatta (tampak depan)

Tujuan pertama kami adalah mesjid, karena waktu itu sudah menunjukkan waktu dzuhur, dan kami menuju Mesjid Agung yang ada di dekat Jam Gadang, setelah itu kami menuju Great wall nya Koto Gadang Bukit Tinggi, setelah itu baru kami beranjak ke Rumah Kelahiran Bung Hatta.

Ruang tamu
Foto Aktivitas Bung Hatta
Catatan tentang Bung Hatta
Keluarga Bung Hatta
Sumur Tua yang terdapat di salah satu kamar

Rumah kelahiran Bung Hatta ini terletak di Jln Sukarno Hatta No. 37 Bukit Tinggi, tidak jauh dari "Jenjang Ampek Puluah Ampek". Rumah ini bertingkat dua dengan arsitektur rumah sederhana dan apik menurut saya, dan begitu memasuki rumah ini saya merasa, rumah ini sejuk dan adem, mungkin karena rumah ini yang terbuat dari kayu. Rumah ini di jaga oleh seorang ibu yang merupakan pegawai dari Dinas Pariwisata. Untuk masuk kita tidak di kenakan biaya, tapi ketika pulang kita di wajibkan untuk mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan se ikhlasnya.
Ruang Makan
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Dapur
Peralatan dapur

Sepeda tua yang terdapat di dalam salah satu kamar
Di dalam rumah yang terdiri dari 2 tingkat ini, di sebelah kiri terdapat "Kamar Bujang" yang berisi 1 tempat tidur dan juga lemari. Ketika memasuki pintu utama rumah, kita akan langsung berada di ruang tamu gaya lama dengan kursi-kursi antik, lampu jaman dulu dan juga berbagai foto-foto yang tergantung di dinding. Di sebelah kanan dan kiri ada ruang tamu kita juga akan menemukan 2 kamar, dan di belakang dari rumah ini terdapat 2 rangkiang atau tempat menyimpan padi, 1 buah kamar, dapur  dan juga kamar mandi yang terpisah dari rumah utama. Selain itu di bagian belakang yang menyatu dengan rumah utama terdapat ruang makan serta di sampingnya ada sebuah tangga yang menuju ke lantai 2. Di lantai 2 menurut sepupu saya juga terdapat beberapa kamar tidur, waktu itu saya tidak naik ke lantai 2.

0 Tips Buat Recent Post Slide Show Thumbnail

Tips Buat Recent Post Slide Show Thumbnail - Sebelumnya Admin pernah memposting 7 Kesalahan dalam Mencari Backlink, nah kali ini saya akan buat Recent post atau postingan terakhir sangat penting bagi para blogger, disamping menunjukkan artikel-artikel terbaru, Artikel Terkait Bergambar Berjalan recent post juga dapat mempermudah pengunjung untuk lebih banyak membaca artikel kita yang lainya,sama halnya dengan artikel terkait blog atau related post, recent post juga bisa dengan tampilan thumbnail, nah kali ini Saya akan memberi tutorial tentang cara membuat recent post dengan efek slide show. lihat gambar dibawah ini:

Recent postSebelumnya saya juga telah posting cara membuat recent post dengan gambar,lalu bagaimana agar gambar tersebut bisa tampil dengan slide show? ikuti tutorial dibawah ini:

  1. Login ke akun Blogger sobat
  2. Klik Rancangan >> Elemen haLaman
  3. Klik Tambah Gadget
  4. Pilih HTML/Javascript
  5. Masukan kode berikut :
<script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.3.2/jquery.min.js" type="text/javascript"> </script> <style media="screen" type="text/css"> <!-- #spylist { overflow:hidden; margin-top:5px; padding:0px 0px; height:350px; } #spylist ul{ width:220px; overflow:hidden; list-style-type: none; padding: 0px 0px; margin:0px 0px; } #spylist li { width:208px; padding: 5px 5px; margin:0px 0px 5px 0px; list-style-type:none; float:none; height:70px; overflow: hidden; background:#fff url(http://i879.photobucket.com/albums/ab351/bloggerblogimage/blogger/post.jpg) repeat-x; border:1px solid #ddd; } #spylist li a { text-decoration:none; color:#4B545B; font-size:11px; height:18px; overflow:hidden; margin:0px 0px; padding:0px 0px 2px 0px; } #spylist li img { float:left; margin-right:5px; background:#EFEFEF; border:0; } .spydate{ overflow:hidden; font-size:10px; color:#0284C2; padding:2px 0px; margin:1px 0px 0px 0px; height:15px; font-family:Tahoma,Arial,verdana, sans-serif; } .spycomment{ overflow:hidden; font-family:Tahoma,Arial,verdana, sans-serif; font-size:10px; color:#262B2F; padding:0px 0px; margin:0px 0px; } --> </style> <script language="JavaScript"> imgr = new Array(); imgr[0] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg"; imgr[1] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg"; imgr[2] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg"; imgr[3] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg"; imgr[4] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg"; showRandomImg = true; boxwidth = 255; cellspacing = 6; borderColor = "#232c35"; bgTD = "#000000"; thumbwidth = 70; thumbheight = 70; fntsize = 12; acolor = "#666"; aBold = true; icon = " "; text = "comments"; showPostDate = true; summaryPost = 40; summaryFontsize = 10; summaryColor = "#666"; icon2 = " "; numposts = 20; home_page = "http://infonetmu.blogspot.com/"; limitspy=4 intervalspy=4000 </script> <div id="spylist"> <script src="http://infonetmu.googlecode.com/files/recentpostthumbslideshow.js" type="text/javascript"> </script></div>

sumber.http://dzulf.blogspot.com