Jumat, 09 Mei 2014

0 THAHARAH






THAHARAH

Tugas Individual
Makalah ini dibuat untuk Melengkapi Syarat - syarat pada Mata Kuliah Praktek Pelaksanaan Ibadah

Disusun Oleh:
Andri Setiawan
Nim.(12 205 022)


Dosen Pengampu:



PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA (A) JURUSAN SYARIAH 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2014
 


THAHARAH
A.    Pendahuluan
Islam sangat menyukai kebersihan dan keindahan, bahkan Allah juga menjelaskan dalam firmannya bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Setiap ibadah terutama dalam pelaksanaannya hendaklah dilakukan dalam keadaan suci, agar diterima Allah SWT. Terutama sekali dalam pelaksanaan ibadah shalat, tidaklah sah ibadah shalat seseorang jika dia tidak bersuci atau dalam keadaan suci. Untuk pelaksanaan bersuci juga tidak bisa dilakukan asal jadi saja, Islam pun telah mengatur ketentuan-ketentuannya. Bahkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam pelaksanaanya.
Oleh karena itu, pembahasan makalah ini akan membahas apa itu thaharah, tayamum beserta cara pelaksanaanya.
B.     Thaharah
1.      Pengertian Thaharah
Thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti suci. Thaharah menurut syara’ merupakan suci dari hadas dan najis[1]. Hadas adalah keadaan yang menghalangi, terdiri dari dua macam yaitu hadas besar dan hadas kecil. Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang yang dapat disucikan dengan whudu atau tayamum sebagai pengganti dari whudu. Sedangkan hadas besar adalah  suatu keadaan seseorang yang mesti disucikan dengan tayamum sebagai ganti dari mandi, seperti orang yang sedang junub dan wanita yang sedang haid.
2.      Hakikat dan Fungsi Thaharah
Islam menuntut umatnya senantiasa untuk bersuci baik lahir maupun bathin, karena Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang memelihara kesuciannya, seperti firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya:  Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Ajaran kebersihan dan kesucian dalam islam antara lain terlihat dari pensyariatan ibadah shalat yang dilakukan setiap hari. Shalat dapat mensucikan lahiriah melalui whudu yang merupakan syarat sebelum melaksanakan sholat. Selain itu juga dapat menyucikan bathiniah melalui pengesaan Allah SWT.
Kesucian lahiriah adalah menghindarkan diri dari najis hakiki dan najis hukmi yaitu hadas. Najis hakiki contohnya seperti kotoran manusia yang dapat menimpa badan, pakaian dan tempat sholat. Sedangkan najis hukmi hanya dapat menimpa badan. Adapun kesucian secara bathiniah adalah menghindarkan diri dari mempeserikatkan Allah SWT (syirik) dan dari sifat tercela seperti dengki, iri hati, dan lain sebagainya.
Fungsi thaharah adalah salah satu bentuk syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Untuk melakukan shalat contohnya, seseorang harus mengambil whudu dan melepaskan najis yang melekat pada badan terlebih dahulu. Demikian juga halnya dengan puasa yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang dalam keadaan nifas dan haid. Dengan demikian  fungsi thaharah adalah sebagai bentuk keabsahan ibadah.
3.      Sarana Thaharah
Sarana untuk alat thaharah adalah air dan tanah. Air dapat digunakan untuk berwudhu dan mandi. Sedangkan tanah dapat digunakan untuk bertayamum sebagai pengganti air dalam berwudhu atau mandi. Kedua sarana tersebut digunakan untuk bersuci dari hadas kecil dan hadas besar.
Air sebagai sarana thaharah terdiri dari beberapa macam, antara lain:
1)      Air suci lagi mensucikan disebut juga dengan air mutlak.
Ulama fiqih telah sepakat menetapkan air jenis ini suci zatnya dan dapat mensucikan hadas atau najis seperti air hujan, air sumur, air salju, air mata air, air sungai dan air laut.
2)      Air suci lagi mensucikan tetapi makruh memakainya.
Yaitu air yang terjemur matahari dalam bejana terbuat dari logam emas atau perak. Dimakruhkan memakainya karena dikhawatirkan menimbulkan penyakit kulit bagi yang memakainya.
3)      Air suci tetapi tidak mensucikan.
Yaitu air yang zatnya tetap suci tetapi tidak mensucikan, contohnya antara lain:
a)      Air musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadas, atau menghilangkan najis kalau tidak berubah rupa, rasa dan baunya.
b)      Air mutanajis yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedangkan jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci. Dua kullah sama dengan 216 Liter atau sama dengan besarnya bak panjang 60 cm dan tinggi 60 cm.
C.    Wudhu’
1.      Pengertian Wudhu’
Wudhu’ menurut bahasa artinya “bersih dan indah”, sedangkan menurut syara’ wudhu’ adalah membersihkan anggota wudhu’ untuk menghilangkan hadas kecil. Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib terlebih dahulu berwudhu’. Karena wudhu’ adalah syarat sah shalat. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6, antara lain:
   يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

2.      Fardhu Wudhu’
a.       Niat ketika membasuh muka.
Lafazh niat wudhu’ adalah: nawaitul wudluu-a liraf-‘il hadatsil ash-ghari fardlan lillahi ta’aala. Artinya: “Aku niat berwudhu’ untuk menghilangkan hadas kecil  fardu karena Allah”.
b.      Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri),
c.       Membasuh kedua tangan sampai siku.
d.      Mengusap sebagian rambut kepala.
e.       Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki.
f.       Tertib.
3.      Syarat-syarat Wudhu’
a)      Islam.
b)      Tamyiz, yaitu dapat membedakan baik-buruknya sesuatu pekerjaan.
c)      Tidak berhadas besar.
d)     Dengan air suci lagi mensucikan.
e)      Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu’, misalnya getah, cat dan sebagainya.
f)       Mengetahui mana yang wajib dan mana yang sunah.
4.      Sunah-sunah Wudhu’
a.       Membaca basmallah pada permulaan wudhu’.
b.      Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
c.       Berkumur-kumur.
d.      Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
e.       Menyapu seluruh kepala dengan air.
f.       Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
g.      Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
h.      Meniga kalikan membasuh.
i.        Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
j.        Membaca doa sesudah wudhu’.
5.      Hal-hal yang Membatalkan Wudhu’
a)      Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau keluar angin dan sebagainya.
b)      Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk dan tidur nyenyak.
c)      Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup.
d)     Tersentuh kemaluan (qubul atau dubur) dengan telapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup.
6.      Tata Cara Berwudhu’
1)      Membaca basmalah sambil mencuci kedua belah tangan sampai pergelangan tangan dengan bersih.
2)      Berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan gigi.
3)      Mencuci lubang hidung tiga kali.
4)      Mencuci muka tiga kali, mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga dagu, dan dari telinga kanan sampai ke telinga kiri sambil membaca niat berwudhu’.
5)      Mencuci kedua tangan hingga siku tiga kali.
6)      Menyapu sebagian rambut kepala tiga kali.
7)      Menyapu kedua belah telinga tiga kali.
8)      Mencuci kaki sampai mata kali tiga kali.[2]
D.    Tayamum
1.      Pengertian Tayamum
Tayamum adalah mengusap tanah (debu) ke muka dan kedua tangan dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wuhu’ atau mandi, sebagai keringanan bagi orang-orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa halangan, seperti sakit atau dalam perjalanan sukar menemukan air atau memang tidak ada air. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6, antara lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ   
Artinya: Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
2.      Alasan Disyariatkannya Tayamum
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
3.      Hal-hal yang Dibolehkan dengan Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu’  dan mandi ketika tidak ada air, maka dibolehkan dengan tayamum apa yang dibolehkan dengan wudhu’ dan mandi seperti shalat, menyentuh Al-qur’an dan lain-lain.
Untuk sahnya tidaklah disyaratkan masuknya waktu, serta bagi orang yang telah bertayamum dibolehkan dengan satu kali tayamum itu melakukan shalat, baik yang fardhu maupun yang sunah sebanyak yang dikehendaki. Artinya hukum tayamum sama dengan hukum wudhu’, tak ada bedanya sama sekali.[3]

4.      Syarat-syarat Tayamum
Dibolehkan bertayamum dengan syarat, antara lain:
a.       Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu.
b.      Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya.
c.       Telah masuk waktu shalat.
d.       Dengan debu yang suci.
5.      Tata Cara Tayamum
1.      Niat: Nawaitut tayammuma li-istibaahatish shalaati fardlan lillaahi ta’aalaa. Artinya: “Aku berniat bertayamum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena Allah SWT”.
2.      Mula-mula letakkan kedua belah tangan di atas debu untuk diusapkan ke muka.
3.      Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan.
4.      Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah dua kali.
5.      Memindahkan debu kepada anggota yang diusap.
6.      Tertib.
6.      Hal-hal Yang Membatalkan Tayamum
1.      Segala yang membatalkan wudhu’.
2.      Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayamum karena sakit.
3.      Murtad, keluar dari agama islam.
E.     Mandi
1.      Pengertian Mandi
Mandi adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadas besar, yaitu dengan membasuh tubuh mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki. Sebab-sebab yang mewajibkan mandi, antara lain:
a)      Bertemunya dua khitanan (bersetubuh).
b)      Keluar mani disebabkan bersetubuh dan penyebab lainnya.
c)      Mati, dan matinya bukanlah mati syahid.
d)     Selesai nifas (setelah selesainya keluar darah sehabis melahirkan).
e)      Karena wiladah (setelah melahirkan).
f)       Karena setelah selesai haid.
2.      Cara Pelaksanaan Mandi
a)      Niat bersamaan dengan mula-mula membasuh tubuh. Lafazh niatnya antara lain: Nawaitul ghusla liraf’il hadastil akbari fardlan lillahi ta’aalaa. Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah”.
b)      Membasuh seluruh badan dengan air, yakni meratakan ke semua badan dan kulit.
c)      Menghilangkan najis.
F.     Penutup
Dapat disimpulkan bahwa thaharah adalah suci dari hadas kecil dan hadas besar. Untuk mencapai suci dari hadas kecil dapat dilakukan dengan berwhudu’, sementara jika ada sebuah kondisi dimana tidak ada air atau tidak bisa menggunakan air, maka dapat dilakukan tayamum yaitu dengan memanfaatkan debu dari tanah. Sehingga dengan berwudhu’ dan bertayamum, hadas kecil dapat hilang. Untuk hadas besar, dapat disucikan dengan melakukan mandi wajib yang dilakukan dengan niat terlebih dahulu. 















DAFTAR PUSTAKA

Moh. Rifa’i, (1976), Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra
Sayyid Sabiq, (1973), Fikih Sunnah 1, Bandung: PT. Al-Ma’arif


[1] Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: C.V Toha Putra, 1976), h. 13
[2] Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap,,,, h. 16-22
[3]Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1973), h. 174-183

0 Comments

Bagaimana Pendapat Anda ?